Minggu, 9 Desember 2018. Mestinya adalah hari libur. Tapi tidak bagi beberapa orang dan aparat Pemerintah Desa Sumberarum Kecamatan Ngraho. Sejak pagi buta-bahkan sebenarnya mereka sudah menata kegiatan pada Sabtu -mereka sibuk, hilir mudik mempersiapkan kegiatan launching penanaman jambu air varietas citra merah (syzgium aqueum). Minggu pagi itu mereka akan menerima tamu pejabat yang akan menandai desanya sebagai salah satu titik pengembangan sektor pertanian, di mana jambu citra merah sedang diangkat untuk dibudidayakan secara maksimal.
"Beberapa waktu lalu kami, bersama Kepala Desa Payaman dan Kepala Desa Sumberagung memang diundang oleh Pemerintah Kabupaten dalam acara "Penguatan Strategi Kawasan Agropolitan Kabupaten Bojonegoro", dan oleh Camat Ngraho memang disampaikan rencana pengembangan tanaman jambu ini. Bahkan oleh salah satu pemateri disampaikan prospek pasarnya", demikian Kepala Desa Sumberarum, Drs. Muksin menjelaskan.
Minggu pagi itu Sumberarum menerima tamu, diantaranya Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA Kabupaten Bojonegoro, Ike Widyaningrum, S. Sos, MM, Pejabat dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur, yakni Kepala UPT Pengolahan Wilayah VI Nganjuk, Wilayah Kerja Kabupaten Bojonegoro, Widodo Joko Santoso, S. Hut, MM beserta jajaran PPL dinas, Camat Ngraho, Pendamping Ekonomi Kreatif dan Pendamping Desa serta personil Ngraho Education and Tourism Center (NETC). Bersama aparat Pemerintahan Desa beliau semua akan melakukan penanaman secara simbolis Jambu Citra sebagai penanda upaya menjadikan Sumberarum sebagai titik agropolitan baru di Bojonegoro.
Agak molor memang. Sekitar pukul 10.15 WIB pagi penanaman itu dilaksanakan, sebagai simbolisasi adanya 500 tanaman jambu Citra Arum dan 1500 batang jambu citra karawang di 5 desa, yang akan dikelola lebih baik, diangkat dipasaran secara lebih tertata demi pertumbuhan ekonomi kawasan dan, tentu, peningkatan pendapatan masyarakat. Kelima desa itu adalah Sumberarum, Payaman, Sumberagung, Mojorejo dan Jumok.
Tidak memakan waktu lama. Lima belas menit kemudian rombongan bergeser di Balai Desa Sumberarum. Di tempat ini tidak kalah sibuk dan riuh rendah.
Di Pojok meja depan terhampar ekspo produk olahan kelor kelompok wanita tani desa itu. Cukup banyak macamnya. Apalagi produk itu dipadukan dengan kreasi PPAH Sumberalam yang sudah cukup lama mengkreasi kelor (Moringa Oleifera lam) menjadi beberapa item produk.
Berikut wawancara imajiner dengan Camat Ngraho.
Tanya : Apakah benar bahwa Kecamatan Ngraho akan ditahbiskan sebagai kawasan PKA baru di Kabupaten Bojonegoro?
Jawab : Mari unsur legalitas kita kesampingkan dulu. Biar itu menjadi ranah beliau beliau yang menangani. Terpenting bagi kita justru bagaimana prinsip prinsip kawasan agropolitan bisa di cerna oleh masyarakat kita, diyakini, dilaksanakan dan memberikan dampak bagi pengembangan kawasan, peningkatan pendapatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.
Tanya : sebenarnya apa yang diperlukan sehingga sebuah kawasan disebut kawasan agropolitan?
Jawab : Saya tidak mendalami itu. Tapi setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus ada. Pertama, adanya sektor unggulan yang digerakkan . Kedua, adanya kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi menggerakkan itu, dan ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai sebagai daya dukung.
Tanya : selain itu?
Jawab : Fasilitas pengolahan hasil pertanian, termasuk perikanan dan infrastruktur pasar.
Tanya : jika 5 (lima) indikator untuk melihat Ngraho?
Jawab : Cukup potensial, meski perlu sentuhan.
Tanya : Sentuhan?
Jawab : perlu potret detil potensi yang akan dikembangkan, perencanaan yang kuat, pentahapan yang terukur dan sinergitas program SKPD.
Tanya : titik nol saat ini?
Jawab : Ada 5 desa yang kita lirik untuk kita jadikan rintisan. Payaman, Sumberarum, Sumberagung, Jumok dan Mojorejo atau Luwihaji. Meskipun dalam perjalanannya muncul Sugihwaras dengan kerajinan bambunya. 5 titik itu yang coba kita lakukan mapping informal dengan BAPPEDA dan akademisi. Potret kasar itu menghasilkan : Payaman potensial sebagai desa Agrowisata, Sumberarum potensial agropolitan -minapolitan, Jumok agro, Luwihaji/Mojorejo gerabah dan Sugihwaras kerajinan bambu. Itu potret kasarnya. Tetapi untuk mewujudkannya perlu waktu dan perlu lebih berkeringat.
Tanya : capaian saat ini?
Jawab : terhadap semuanya masih bersifat rintisan. Untuk disebut berhasil masih diperlukan pembangunan pondasi pada 3 hal pokok : peningkatan kapasitas SDM, Penguatan Kelembagaan dan perluasan akses, meliputi akses dukungan program, perluasan akses pasar dan jaringan dengan mitra dan terakhir adalah akses permodalan. Meskipun baru rintisan, alhamdulillah, ada capaian yang cukup menggembirakan.
Tanya : capaian yang cukup menggembirakan. Apa saja itu?
Jawab : Cukup banyak jika mau menghitung. Beberapa diantaranya : Dukungan SKPD atas hasil mapping, menterkenalkan Kracakan Payaman sebagai destinasi alam berbasis desa sekaligus penguatan kelompok sadar wisata. Juga dengan EGS nya Sumberagung, titik pengembangan kelor sebagai industri kreatif berbasis rumahtangga di Sumberarum dan Sentuhan artistik pada anyaman bambu di Sugihwaras. Dan jangan lupa : membranding 'lontong opor' sebagai kuliner khas Ngraho.
Tanya : kenapa kemudian Sumberarum disebut entry point ketika bicara Ngraho sebagai kawasan agropolitan?
Jawab : ada progress yang sangat menggembirakan dari sektor pengolahan kelor. Pasca pelatihan di PT. Moringa Organik Indonesia (MOI) satu karya inovatifnya masuk sebagai supply kebutuhan pasar perusahaan itu. Yakni Moringa Liquid Fertilizer (pupuk cair berbahan kelor) sekaligus menjadikan ketua PPAH Sumberalam sebagai mentor di PT itu. Selain itu, beberapa item produk kelor dapat mensuplai kebutuhan pasar PT. MOI, selain yang dipasarkan sendiri. Yang kedua adalah upaya budidaya jambu citra yang pada pertemuan di BAPPEDA ditahbiskan namanya menjadi CITRA ARUM.
Tanya : prospek pasar?
Jawab : Ini jawaban setelah mengikuti acara Penguatan Strategi Kawasan Agropolitan, Sangat Punya Prospek. Dan atas itu, pertemuan musyawarah ini kita minta dilaksanakan.
Tanya : pesan penting kepada masyarakat?
Jawab : sederhana saja. Berbanding kawasan PKA yang sudah ada, Ngraho memiliki nilai plus. Tapi untuk kapasitas SDM dan akses, ya harus diakui, kita masih harus terengah engah mensejajarkan diri. Pesan kedua, bicara agropolitan dengan bahasa sederhana "melihat sesuatu yang biasa dan sederhana dengan cara berfikir yang tidak sederhana (konseptual). Menanam jambu itu pekerjaan biasa, sederhana dan 'as usual'. Tapi ketika jambu diproyeksikan sebagai komoditas, maka disitu masuk prinsip manajemen, pengorganisasian dan kepemimpinan, tata kelola lahan dan perawatan serta banyak lagi. Terakhir, kita bermain di lahan pekarangan yang selama ini belum dikelola secara baik.
###